Sambut Ramadhan, Hayati Islam Agama Toleran
- bidmudpurwakarta
- May 23, 2017
- 2 min read

Menyambut datangnya bulan ramadhan 1438 H, Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) menggelar kajian keagamaan dengan mengambil tema "Mempersiapkan Bulan Suci Sambut Bulan Suci dengan Keyakinan Hati Berdasarkan Akal dan Wahyu Ilahi", Senin siang, 22 Mei 2017 bertempat di aula kantor Disporaparbud.
Hadir sebagai narasumber kajian, Dr. Ammar Fauzi dan Miftah Fauzi Rahmat. Dihadiri oleh kalangan pelajar, mahasiswa dan pemuda, kajian ditutup dengan diskusi dan tanya jawab. Para peserta nampak antusias mendengarkan paparan dari kedua narasumber dan bersemangat untuk bertanya terkait materi yang disampaikan. Ammar Fauzi mencoba mengupas tentang berbagai argumentasi filosofis tentang makna beragama. Agama dalam pandangannya tidak boleh egosentris atau condong pada kedirian. "Beragama hendaknya menjadikan manusia benar benar menyembah dan mengagungkan Tuhannya, bukan kediriannya. Karena itu, puasa di bulan ramadhan itu mengajarkan manusia agar lebih peka terhadap sesamanya yang miskin papa. Bukan sekedar merasakan keadaan mereka yang tak berpunya melainkan juga empati terhadap nasib yang menimpa mereka," tuturnya. Dalam pemaparannya, Miftah F. Rahmat menguraikan tentang makna Islam dan Islamisme. Menurutnya, kedua istilah tersebut jelas berbeda maknanya. Yang satu adalah ajaran agama yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi Muhammad, sementara islamisme merupakan pemahaman atau tafsir manusia atas ajaran islam. Islamisme cenderung mengedepankan kedirian atau egosentris atas pemahaman agama sehingga tidak jarang menuai konflik dengan pribadi yang lainnya, baik dengan yang seagama apalagi yang berbeda. "Islamisme adalah penafsiran atau pemahaman tunggal terhadap agama Islam dan keinginan untuk memaksakan penafsiran itu pada orang lain, kalau bisa melalui sistem. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk tidak melecehkan Tuhan ummat yang lain. Coba kita renungkan surat al an'am ayat 108. Ini satu bukti, bila Islam adalah agama yang toleran," ujarnya. Dalam menyambut ramadhan kali ini, Miftah mengajak peserta juga memahami makna toleransi dalam beragama. Terutama kepada mereka yang tidak berpuasa. "Janganlah karena kita sedang berpuasa, kita hukumi setiap orang yang tidak berpuasa berdosa. Boleh jadi karena mereka sedang berhalangan, sakit atau dalam perjalanan," imbuhnya. "Bulan ramadhan merupakan bulan do'a. Karenanya, perbanyaklah do'a di siang maupun malam malam ramadhan. Dan do'a yang benar adalah do'a yang didalamnya disebut nama nabi Muhammad saw sebagai jembatan atau wasilah kepada Allah swt," tegasnya. Sementara itu, Kabid Kepemudaan, Ahmad Arif Imamulhaq yang turut hadir dalam kajian tersebut menuturkan bahwa tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk menambah wawasan berpikir generasi muda dalam memaknai keberagamaan yang inklusif, toleran dan empati terhadap sesama. "Kita sering latah memaknai toleransi dalam beragama dan agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'aalamiin). Namun kita tidak pernah benar benar mengerti apa itu toleransi dan dasar rasionalitas maupun dalil keagamaannya. Kita juga tidak benar benar faham tentang siapa yang disebut rahmatan lil 'aalamiin itu," tuturnya. "Implikasi dari ketidaktahuan tersebut, tentunya akan berdampak pada perilaku keseharian kita. Terlebih bila diperhadapkan dengan isu kebhinnekaan maupun pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan, saya bersyukur kedua narasumber mampu memberikan pencerahan terkait persoalan tersebut ditambah bekal ruhani yang cukup menyambut datangnya bulan suci penuh berkah," pungkas Arif.
sumber : http://www.rmoljabar.com/read/2017/05/23/43917/Sambut-Ramadhan,-Hayati-Islam-Agama-Toleran-
Comments